Your Trusted Partner in Oil, Gas, Petrochemical, and Other Industrial Supplies

Menyingkap Rahasia Pengukuran Suhu: Dari Termometer hingga Pyrometer

Bagaimana sebenarnya suhu diukur? Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas berbagai jenis alat pengukur suhu, mulai dari termometer tradisional hingga pyrometer canggih. Temukan cara kerja masing-masing alat, aplikasi uniknya, serta kelebihan dan kekurangannya. Bersiaplah untuk memahami teknologi di balik pengukuran suhu dengan cara yang lebih menarik dan menyeluruh!

12/26/202416 min read

Saat Anda ingin menikmati secangkir kopi yang sempurna, temperatur air menjadi kunci utama. Air dingin tidak mampu mengekstraksi cita rasa dan aroma kompleks dari biji kopi. Sementara air yang terlalu panas justru membuat kehilangan karakter alami kopi. Sehingga dibutuhkan suhu air yang ideal untuk menciptakan seduhan kopi yang sempurna. Temperatur air dapat dikontrol dan diukur sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan.

Pengukuran temperatur yang tepat sangat penting, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga di dunia industri. Di industri kimia, temperatur yang salah bisa mengganggu reaksi kimia dan menghasilkan produk yang tidak diinginkan atau berbahaya. Dalam pembuatan plastik, suhu yang tidak tepat bisa merusak material dan menurunkan kualitas produk. Di industri minyak dan gas, temperatur yang akurat diperlukan dalam proses distilasi untuk memisahkan komponen minyak dengan efisien. Jika temperatur salah, proses pemisahan bisa gagal, menghasilkan produk buruk dan pemborosan energi.

1. Definisi Temperatur

Temperatur merupakan ukuran tingkat panas atau dinginnya suatu benda. Meskipun kulit manusia dapat merasakan panas atau dingin, namun bersifat relatif dan tidak bisa dinyatakan secara kuantitatif. Pengukuran temperatur didasarkan pada titik acuan tertentu. Beberapa sifat fisika benda digunakan sebagai referensi suhu, seperti titik didih hidrogen di -252,78°C, nitrogen di -195,81°C, dan titik beku air raksa di -38,87°C serta air di 0°C. Titik didih air adalah 100°C, sulfur 444,6°C, sedangkan titik cair perak tercatat pada 950,5°C dan emas pada 1063°C.

Beberapa satuan temperatur yang umum digunakan adalah skala Celcius, Fahrenheit, dan Kelvin. Untuk mengonversi antar skala ini, caranya cukup sederhana. Untuk mengubah suhu dari Celcius ke Fahrenheit, kalikan suhu Celcius dengan 9/5 dan tambahkan 32. Sebaliknya, untuk mengubah Fahrenheit ke Celcius, kurangi suhu Fahrenheit dengan 32 dan kalikan hasilnya dengan 5/9. Untuk konversi Celcius ke Kelvin, cukup tambahkan 273,15 pada suhu Celcius, dan untuk Kelvin ke Celcius, kurangi suhu Kelvin dengan 273,15. Jika ingin mengonversi Fahrenheit ke Kelvin, kurangi Fahrenheit dengan 32, kalikan dengan 5/9, lalu tambahkan 273,15. Sedangkan untuk mengubah Kelvin ke Fahrenheit, kurangi Kelvin dengan 273,15, kalikan dengan 9/5, dan tambahkan 32.

2. Prinsip Pengukuran Temperatur

Temperatur tidak diukur secara langsung melainkan melalui perubahan sifat fisik suatu benda yang dipengaruhi oleh temperatur. Berbagai prinsip dasar digunakan dalam pengukuran ini, seperti perubahan dimensi benda, yang terlihat pada termometer cair dalam bulb (termometer air raksa). Alat ini bekerja dengan mengukur perubahan volume cairan dalam bulb saat terpapar temperatur tertentu. Prinsip yang serupa juga diterapkan pada termometer bimetal, yang memanfaatkan perbedaan koefisien ekspansi dari dua logam yang direkatkan.

Selain itu, temperatur dapat diukur melalui perubahan tegangan listrik dengan memanfaatkan efek termoelektrik antara dua jenis bahan, seperti yang ditemukan pada thermocouple. Perubahan resistansi listrik juga menjadi dasar pengukuran, seperti pada RTD (Resistance Temperature Detector) dan thermistor, yang menunjukkan variasi nilai tahanan akibat perubahan temperatur.

Prinsip lainnya adalah pengukuran berdasarkan perubahan tekanan cairan dalam bulb, seperti pada pressure thermometer, di mana perubahan tekanan cairan mencerminkan temperatur yang diukur. Semua metode ini dirancang untuk menghubungkan perubahan sifat fisik dengan temperatur, sehingga memungkinkan pengukuran yang akurat.

3. Alat Ukur Temperatur dan Prinsipnya

A. Liquid in Glass

Termometer cairan dalam gelas adalah jenis termometer yang paling umum dan dikenal luas. Saat suhu meningkat, cairan di dalamnya mengembang dan bergerak naik di dalam tabung. Skala pada termometer telah dikalibrasi untuk membaca suhu secara langsung. Di dalam alat ini, cairan seperti merkuri atau alkohol berwarna ditempatkan dalam tabung kapiler kaca yang tertutup. Tabung ini terhubung dengan reservoir atau bulb yang berisi cairan.

Prinsip kerja termometer ini yaitu menggunakan prinsip perubahan volume cairan akibat perubahan suhu. Ketika suhu lingkungan meningkat, cairan dalam bulb memuai dan naik melalui tabung kapiler. Sebaliknya, ketika suhu menurun, cairan tersebut menyusut dan turun kembali. Jenis cairan yang digunakan memiliki karakteristik berbeda. Merkuri sering digunakan untuk mengukur suhu tinggi karena stabilitas termal dan tingkat ekspansi yang konsisten, sementara alkohol digunakan untuk suhu rendah karena memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan merkuri. Alkohol juga dapat dicampur dengan pewarna untuk mempermudah pembacaan.

Di industri kimia, alat ini sering digunakan untuk memantau suhu cairan dalam tangki penyimpanan atau reaktor, memastikan proses kimia berlangsung pada suhu yang tepat. Dalam industri makanan dan minuman, alat ini dipakai untuk mengontrol suhu pada ruang penyimpanan dingin agar bahan baku seperti susu atau daging tetap segar. Di laboratorium, termometer ini digunakan untuk eksperimen ilmiah atau kalibrasi sederhana yang memerlukan alat pengukur suhu yang andal.

Termometer cairan dalam gelas memiliki kelebihan utama berupa kesederhanaan dan kemudahan penggunaan tanpa memerlukan listrik atau baterai, sehingga cocok untuk lokasi terpencil. Alat ini akurat pada rentang suhu tertentu, tahan lama dengan perawatan baik, dan tidak terpengaruh medan elektromagnetik. Namun, alat ini terbatas pada rentang suhu tertentu. Merkuri tidak cocok untuk suhu sangat rendah (< -39°C), sedangkan alkohol mudah menguap pada suhu tinggi. Tabung kaca rentan pecah, dan merkuri yang beracun memerlukan penanganan khusus. Pembacaan skala juga sulit di lokasi dengan pencahayaan buruk.

B. Bimetal Strip Thermometer

Termometer bimetal adalah alat pengukur suhu yang bekerja berdasarkan perbedaan koefisien ekspansi dua logam yang dilekatkan menjadi satu. Logam yang mempunyai koefisien ekspansi lebih besar akan mempunyai pertambahan dimensi yang lebih besar dari logam lainnya akibat kenaikan temperatur. Sehingga menyebabkan batang bimetal berdefleksi pada arah tertentu, penurunan temperatur menyebabkan defleksi pada arah yang berlawanan. Simpangan batang digunakan untuk menyatakan ukuran temperatur di sekitar batang bimetal. Ketika suhu meningkat, logam dengan koefisien ekspansi lebih besar akan memuai lebih banyak dibandingkan logam lainnya, menyebabkan batang bimetal melengkung. Lengkungan ini diterjemahkan ke dalam nilai suhu yang ditampilkan pada skala pengukur. Bahan dengan koefisien ekspansi tinggi, seperti kuningan, biasanya dipadukan dengan bahan berkoefisien rendah, seperti invar (campuran besi-nikel), untuk meningkatkan sensitivitas alat. Termometer bimetal umum digunakan dalam pengukuran lokal dengan rentang suhu yang luas, mulai dari -100 hingga 1000 ºF, dan memiliki tingkat akurasi sekitar ±0,5% hingga ±2%.

Dalam industri, termometer bimetal sering digunakan untuk memantau suhu dalam sistem perpipaan, seperti pada pabrik kimia untuk mengontrol suhu aliran cairan, atau pada boiler untuk memastikan suhu operasional berada dalam batas aman. Alat ini juga digunakan dalam sistem HVAC untuk memantau suhu udara di saluran distribusi. Alat ini memiliki kelebihan berupa biaya rendah, daya tahan tinggi, kemudahan pemasangan, akurasi yang memadai, serta jangkauan suhu yang luas. Namun, alat ini terbatas pada pengukuran lokal, hanya berfungsi sebagai indikator, dan dapat kehilangan kalibrasi jika tidak ditangani dengan hati-hati.

C. Sealed Bellows

Sealed bellows adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur perubahan suhu dengan cara mengukur perubahan volume dan tekanan. Alat ini terdiri dari tabung fleksibel yang diisi dengan gas, uap, atau cairan. Ketika suhu berubah, zat di dalam sealed bellows akan mengalami perubahan tekanan atau volume, yang menyebabkan ekspansi atau kontraksi pada tabung tersebut. Perubahan ini kemudian dapat diterjemahkan menjadi pembacaan suhu. Prinsip kerja sealed bellows didasarkan pada hukum termodinamika, di mana zat yang terperangkap dalam tabung akan mengembang atau menyusut sesuai dengan perubahan suhu yang terjadi.

Sealed bellows banyak digunakan pada termometer industri, seperti untuk mengukur suhu di sistem pemanas, pendingin, atau boiler. Alat ini memiliki kelebihan akurasi yang baik dalam rentang suhu tertentu, tahan lama, dan tidak memerlukan sumber daya eksternal atau komponen elektronik. Namun, kekurangannya meliputi keterbatasan rentang suhu yang dapat diukur, akurasi yang kurang tinggi, serta potensi kerusakan pada tabung fleksibel jika terkena tekanan berlebih atau keausan jangka panjang.

D. Bulb and Capillary Sensor

Sensor bulb and capillary digunakan untuk mengukur suhu di lokasi yang jauh dari pengontrol, seperti pada saluran, pipa, tangki, atau tempat lain yang sulit dijangkau. Bulb ini diisi dengan cairan, gas, atau refrigeran sesuai dengan rentang suhu yang diperlukan. Ketika suhu meningkat, cairan dalam bulb akan mengembang, menghasilkan tekanan yang kemudian diteruskan melalui capillary (tabung tipis) menuju diafragma. Perubahan tekanan ini akan menyebabkan diafragma bergerak, dan gerakan ini diterjemahkan menjadi pembacaan suhu.

Prinsip kerjanya bergantung pada ekspansi termal cairan atau gas yang ada dalam bulb saat suhu berubah. Ketika suhu naik, cairan dalam bulb mengembang, menyebabkan peningkatan tekanan yang mempengaruhi diafragma, yang kemudian menggerakkan indikator untuk menunjukkan suhu. Sistem ini sering digunakan dalam aplikasi industri seperti pada sistem pemanas, tangki penyimpanan, dan pipa, di mana suhu perlu dipantau di lokasi yang jauh dari perangkat pengontrol.

Kelebihan dari sensor bulb dan capillary adalah kemampuannya untuk mengukur suhu di tempat yang sulit dijangkau, serta relatif tahan lama dan sederhana dalam desain. Karena tidak memerlukan sumber daya eksternal, alat ini sangat handal dalam kondisi tertentu. Namun, alat ini memiliki kekurangan, yaitu ketergantungannya pada cairan atau gas yang digunakan, yang dapat terpengaruh oleh kondisi lingkungan ekstrem. Selain itu, sistem ini tidak seakurat beberapa sensor suhu lain dan bisa mengalami keausan pada komponen capillary atau diafragma jika digunakan dalam jangka panjang.

E. Pressure Thermometer

Termometer tekanan adalah jenis termometer mekanik yang beroperasi dengan mengandalkan ekspansi gas, bukan cairan atau padatan. Beberapa jenis termometer tekanan juga menggunakan cairan, tetapi prinsip kerjanya tetap didasarkan pada perubahan volume dan tekanan.

Pada termometer tekanan, gas di dalam bulb dan tabung dianggap sebagai gas ideal. Mengacu pada hukum gas ideal, yaitu PV = mRT yang menggambarkan hubungan antara tekanan (P), volume (V), massa (m), konstanta gas (R), dan suhu (T). Dalam hal ini, volume dan massa gas di dalam bulb dan tabung dianggap tetap, sehingga persamaan tersebut menyederhanakan menjadi P = kT, di mana k adalah konstanta. Dengan demikian, termometer tekanan mengukur suhu secara tidak langsung melalui pengukuran tekanan gas, yang sebanding dengan suhu.

Salah satu aplikasi umum dari termometer tekanan adalah untuk mengukur suhu luar dari dalam sebuah bangunan. Bulb termometer dipasang di luar, dengan tabung yang menghubungkannya ke dalam bangunan, dan pengukur tekanan diletakkan di dalam. Ketika suhu di luar meningkat, suhu pada bulb juga meningkat, yang menyebabkan peningkatan tekanan gas. Peningkatan tekanan ini kemudian dibaca sebagai kenaikan suhu pada pengukur di dalam.

Kelebihan dari termometer tekanan adalah kemampuannya untuk mengukur suhu di tempat yang sulit dijangkau dengan cara yang cukup sederhana dan tidak memerlukan sumber daya eksternal. Selain itu, alat ini juga cukup handal dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi lingkungan. Namun, kelemahannya terletak pada ketidakmampuannya untuk memberikan pembacaan suhu yang sangat presisi, serta pengaruh dari faktor-faktor eksternal seperti perubahan tekanan atmosfer yang dapat memengaruhi akurasi pengukuran.

F. Thermocouple

Thermocouple adalah sensor suhu yang bekerja berdasarkan prinsip termoelektrik, yaitu fenomena di mana dua kawat logam yang berbeda jenis yang disambungkan pada satu titik menghasilkan tegangan listrik saat terpapar suhu yang berbeda. Penemuan ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1821 oleh fisikawan Thomas Johann Seebeck, yang menemukan bahwa konduktor logam menghasilkan tegangan listrik ketika ada perbedaan suhu di sepanjang materialnya. Tegangan ini, yang dikenal sebagai gaya elektro-motif (EMF), kemudian dapat diukur untuk menentukan suhu di titik pengukuran tersebut.

Prinsip dasar kerja thermocouple berfokus pada efek Seebeck. Ketika dua kawat logam yang berbeda disambungkan dan dipanaskan, sebuah tegangan listrik terbentuk di titik sambungan, yang berbanding lurus dengan perbedaan suhu antara kedua titik tersebut. Salah satu titik (dikenal sebagai titik pengukuran) dipaparkan pada suhu yang ingin diukur, sementara titik lainnya (dikenal sebagai titik referensi) dijaga pada suhu tetap, seperti suhu kamar atau suhu es 0°C. Tegangan yang terukur antara kedua titik ini kemudian dikonversi menjadi nilai suhu yang diinginkan.

Thermocouple dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama berdasarkan jenis logam yang digunakan: base-metal dan noble-metal.

  • Base-metal Thermocouples (E, J, K, T)

    Thermocouple tipe ini menggunakan logam dasar seperti tembaga, besi, dan nikel. Tipe-tipe ini dapat mengukur suhu dalam rentang yang lebih terbatas, yakni hingga sekitar 1000°C. Thermocouple tipe K (Chromel-Alumel) adalah yang paling umum digunakan karena harga yang terjangkau dan kemampuan mengukur suhu dalam rentang yang sangat luas, antara -200°C hingga 1372°C. Namun, tipe K kurang akurat pada suhu rendah. Tipe J, yang terbuat dari besi dan constantan, memiliki rentang suhu antara -40°C hingga 750°C, tetapi rentan terhadap oksidasi pada suhu tinggi. Tipe E (Chromel-Constantan) menawarkan sensitivitas lebih tinggi dengan rentang suhu antara -200°C hingga 900°C, sementara Tipe T (Copper-Constantan) sangat stabil pada suhu rendah, dengan rentang suhu antara -200°C hingga 350°C.

  • Noble-metal Thermocouples (S, R, B)

    Thermocouple tipe ini menggunakan logam mulia seperti platinum dan rhodium, yang mampu mengukur suhu lebih ekstrem hingga 2000°C. Tipe S (Platinum-Platinum Rhodium), misalnya, sangat akurat dan stabil pada suhu tinggi, tetapi harganya jauh lebih mahal dan tidak cocok untuk suhu rendah. Tipe R dan B juga digunakan dalam aplikasi suhu ekstrem dan memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya.

Alat pengukur suhu ini banyak digunakan di berbagai industri dan penelitian karena kemampuannya untuk mengukur suhu dalam rentang yang luas dan memberikan respons yang cepat. Contoh aplikasinya meliputi pengukuran suhu gas buang di industri otomotif, suhu dalam reaktor dan tangki kimia, kontrol suhu dalam pembuatan komponen elektronik, serta pemantauan suhu dalam proses pemasakan di industri makanan dan minuman. Selain itu, thermocouple juga digunakan di pembangkit listrik untuk memantau suhu pada boiler dan turbin, di industri pengecoran logam untuk memantau suhu furnace, serta dalam laboratorium untuk eksperimen ilmiah yang membutuhkan pengukuran suhu yang akurat. Di industri minyak dan gas, thermocouple digunakan untuk memantau suhu pada proses pengeboran dan pengolahan minyak, sementara di industri pengolahan limbah dan petrokimia, thermocouple berfungsi untuk mengontrol suhu dalam proses pemurnian dan pembuatan bahan kimia.

Keunggulan thermocouple antara lain: rentang suhu yang sangat luas, dari -200°C hingga lebih dari 2000°C, biaya rendah, respons cepat, serta konstruksi yang sederhana dan tahan lama, menjadikannya pilihan populer dalam berbagai aplikasi industri. Namun, thermocouple juga memiliki beberapa kelemahan, seperti akurasi yang terbatas karena hubungan tegangan-suhu yang tidak sepenuhnya linier dan sensitivitas yang lebih rendah dibandingkan sensor suhu lainnya. Selain itu, thermocouple memerlukan referensi suhu yang konstan untuk pengukuran yang akurat dan dapat terpengaruh oleh interferensi elektromagnetik, yang bisa mengurangi akurasi di lingkungan dengan gangguan elektromagnetik.

G. Resistance Temperature Detector (RTD)

Resistance Temperature Detector (RTD) adalah alat pengukur suhu yang bekerja berdasarkan perubahan tahanan (resistance) pada material konduktor seiring dengan perubahan suhu. Ketika suhu meningkat, tahanan material konduktor seperti logam juga akan meningkat secara teratur dan dapat diprediksi. Hal ini memungkinkan RTD untuk memberikan pengukuran suhu yang sangat akurat dan stabil. Bahan yang digunakan dalam pembuatan RTD umumnya adalah logam murni, dengan platinum sebagai bahan yang paling banyak digunakan karena memiliki sifat yang stabil dan respons yang linier terhadap perubahan suhu.

Prinsip dasar kerja RTD didasarkan pada hubungan linier antara tahanan material dan suhu. Sebagai contoh, pada logam platinum yang paling umum digunakan, tahanan akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, suatu fenomena yang dikenal dengan koefisien suhu positif (PTC). Hubungan yang konsisten ini membuat RTD sangat andal untuk aplikasi pengukuran suhu yang memerlukan ketelitian tinggi. Ketika suhu naik, resistansi pada elemen RTD juga akan meningkat, memungkinkan perubahan suhu untuk terdeteksi dengan akurat.

Secara praktis, sirkuit untuk mengukur suhu menggunakan RTD biasanya menggunakan konsep jembatan Wheatstone. Sirkuit ini melibatkan resistor yang diketahui nilai tahanannya (R1, R2, dan R3) dan resistor yang tidak diketahui (RX, yaitu RTD). Ketika nilai R3 disesuaikan untuk memastikan arus ammeter menunjukkan nol, maka resistansi kedua sisi jembatan akan seimbang, dan resistansi RX (RTD) dapat dihitung untuk menentukan suhu.

Bahan konduktor RTD yang paling umum adalah platinum, tembaga, nikel, BALCO™ (paduan 70% nikel dan 30% besi), serta tungsten. Masing-masing material memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal respons suhu dan rentang operasionalnya.

  • Platinum adalah bahan yang paling sering digunakan karena sifatnya yang stabil, dengan resistansi nominal 100 ohm pada suhu 74°F (23°C). Platinum memiliki rentang suhu yang luas (-200°C hingga 850°C) dan stabilitas yang sangat baik, menjadikannya pilihan utama dalam pengukuran suhu industri yang memerlukan akurasi tinggi dan ketahanan terhadap korosi serta bahan kimia.

  • BALCO adalah paduan dengan komposisi 70% nikel dan 30% besi yang memberikan respons suhu linier dari -40 hingga 250°F. Paduan ini memiliki massa rendah dan mampu merespons perubahan suhu dengan cepat, tetapi rentang suhu operasionalnya lebih terbatas dibandingkan dengan platinum.

  • Tembaga dan Nikel juga digunakan dalam aplikasi tertentu, tetapi mereka memiliki rentang suhu yang lebih sempit dan tidak seakurat platinum dalam pengukuran suhu yang sangat tinggi atau rendah.

RTD banyak digunakan dalam berbagai aplikasi industri, seperti kimia, energi, makanan, farmasi, serta untuk mengukur suhu dalam pipa, saluran, atau sistem HVAC, terutama untuk pengukuran suhu cairan atau udara dengan ketelitian tinggi. Namun, penggunaan RTD juga memerlukan perhatian terhadap faktor tambahan, seperti pemanasan diri yang dapat mengurangi akurasi pengukuran suhu, yang dapat diatasi dengan mengurangi arus suplai atau menggunakan elemen RTD dengan resistansi nominal lebih tinggi. Selain itu, resistansi kabel penghubung (Rlead) dapat mempengaruhi hasil pengukuran, yang bisa diatasi dengan sirkuit kompensasi menggunakan kabel ketiga atau kalibrasi pengontrol untuk menghilangkan pengaruh perubahan suhu pada kabel.

Alat ukur temperatur ini memiliki keunggulan utama dalam memberikan pembacaan suhu yang stabil, akurat, dan linier, serta rasio sinyal terhadap noise yang tinggi, menjadikannya ideal untuk aplikasi presisi tinggi. Namun, RTD juga memiliki kelemahan, seperti biaya awal yang lebih tinggi dibandingkan sensor suhu lain, pemanasan diri yang dapat mempengaruhi akurasi, kebutuhan sumber arus listrik untuk pengukuran, serta waktu respons yang lebih lambat, yang membuatnya kurang cocok untuk aplikasi dengan perubahan suhu cepat.

H. Thermistor

Thermistor adalah sensor suhu berbasis material semikonduktor yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Pada dasarnya, thermistor mengukur suhu dengan cara memanfaatkan perubahan resistansi material semikonduktor yang sangat besar dalam rentang suhu yang relatif kecil. Berbeda dengan sensor suhu lain seperti Resistance Temperature Detector (RTD), yang menggunakan logam sebagai material untuk mendeteksi suhu, thermistor menggunakan bahan semikonduktor keramik.

Terdapat dua jenis thermistor yang umum digunakan, yaitu Thermistor Koefisien Suhu Positif (PTC) dan Thermistor Koefisien Suhu Negatif (NTC). NTC thermistor adalah jenis yang paling sering digunakan dalam pengukuran suhu, karena memiliki karakteristik di mana resistansinya menurun seiring dengan peningkatan suhu, berlawanan dengan RTD yang resistansinya meningkat dengan suhu. Karakteristik ini menjadikan thermistor sangat sensitif terhadap perubahan suhu meskipun dalam rentang yang terbatas.

Salah satu fitur penting dari thermistor adalah hubungan antara resistansi dan suhu yang non-linier, artinya resistansi tidak berubah secara linier dengan perubahan suhu. Hal ini menjadikan pengukuran suhu menggunakan thermistor lebih kompleks dibandingkan dengan RTD yang memiliki hubungan suhu-resistansi yang linier. Untuk mengubah data suhu yang non-linier menjadi linier, biasanya digunakan rangkaian analog atau teknik komputasi digital.

Hubungan antara resistansi thermistor dan suhu dapat dihitung menggunakan persamaan eksponensial yang dikenal sebagai persamaan Steinhart-Hart, yang menyatakan hubungan antara suhu (dalam Kelvin) dan resistansi thermistor:

Thermistor dapat mengukur suhu dalam rentang yang cukup luas, mulai dari -40°C hingga 150°C (atau -40°F hingga 302°F). Meskipun demikian, thermistor tidak cocok untuk mengukur suhu yang sangat tinggi, terutama jika dibandingkan dengan RTD yang dapat mengukur suhu lebih tinggi.

Thermistor memiliki akurasi tinggi, mencapai sekitar ±0.02°C (atau ±0.36°F), menjadikannya lebih presisi daripada RTD atau termokopel dalam banyak aplikasi pengukuran suhu. Selain itu, thermistor juga memiliki waktu respons yang cepat, hampir setara dengan termokopel, dan lebih cepat jika dibandingkan dengan RTD. Kecepatan respons yang tinggi ini sangat berguna dalam aplikasi yang membutuhkan pembacaan suhu secara cepat.

Thermistor banyak digunakan dalam berbagai aplikasi industri, termasuk di sektor elektronik, otomotif, medis, dan rumah tangga, serta di industri minyak dan gas, petrokimia, kimia, pengolahan air, pembangkit listrik, dan manufaktur lainnya. Di industri minyak dan gas, thermistor digunakan untuk memantau suhu peralatan pengeboran dan penyimpanan, sementara di industri kimia dan petrokimia, thermistor berfungsi mengontrol suhu dalam reaktor dan pemrosesan bahan. Di pengolahan air, thermistor mengatur suhu dalam proses filtrasi, dan di pembangkit listrik, thermistor memantau suhu pada generator dan transformator. Keunggulan thermistor adalah ukurannya yang kecil dan biaya rendah, membuatnya ideal untuk pengukuran suhu yang akurat dalam rentang terbatas di berbagai aplikasi industri.

Keunggulan thermistor antara lain: akurasi tinggi, sensitivitas tinggi terhadap perubahan suhu, respons cepat, ukuran kecil, stabilitas dan repeatabilitas yang baik, serta biaya yang lebih efektif dibandingkan sensor suhu lainnya. Namun, thermistor memiliki beberapa kelemahan, seperti rentang suhu operasional yang terbatas (biasanya hanya sekitar 100°C hingga 200°C), hubungan suhu-resistansi yang non-linier yang memerlukan perhitungan tambahan, dan potensi ketidakakuratan akibat self-heating ketika digunakan dalam arus tinggi.

I. Infrared Pyrometer

Pyrometer inframerah, juga dikenal sebagai termometer radiasi, adalah alat pengukur suhu yang beroperasi tanpa kontak langsung dengan objek yang diukur. Alat ini mengukur suhu permukaan objek dengan mendeteksi radiasi elektromagnetik, terutama dalam bentuk sinar inframerah, yang dipancarkan oleh objek tersebut. Radiasi elektromagnetik yang digunakan oleh pyrometer mencakup berbagai panjang gelombang, mulai dari ultraviolet (UV), sinar tampak, hingga bagian tengah inframerah, dengan rentang panjang gelombang termal antara 0,1 μm hingga 100 μm. Pada umumnya, pyrometer inframerah digunakan pada panjang gelombang 2 hingga 14 μm, yang merupakan rentang panjang gelombang untuk radiasi termal.

Prinsip kerja pyrometer inframerah didasarkan pada fakta bahwa semua objek yang memiliki suhu di atas nol mutlak (0 K atau -273,15°C) akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Semakin tinggi suhu objek, semakin banyak energi yang dipancarkan. Pyrometer inframerah mengukur intensitas radiasi yang dipancarkan oleh objek untuk menghitung suhu permukaannya. Proses ini melibatkan dua hukum fisika utama: Hukum Planck dan Hukum Stefan-Boltzmann. Hukum Planck digunakan dalam pyrometer narrow-band untuk mengukur radiasi pada panjang gelombang yang sempit, sedangkan Hukum Stefan-Boltzmann digunakan dalam pyrometer broad-band untuk mengukur radiasi pada rentang panjang gelombang yang lebih luas.

Energi yang dipancarkan oleh objek tergantung pada suhu dan emisivitas permukaannya. Emisivitas adalah kemampuan permukaan untuk memancarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik, yang dapat bervariasi tergantung pada tekstur, komposisi, oksidasi, atau mikrostruktur permukaan. Oleh karena itu, untuk memperoleh pengukuran suhu yang akurat, pyrometer inframerah perlu mempertimbangkan emisivitas objek yang diukur, dan banyak pyrometer modern yang dilengkapi dengan fitur koreksi emisivitas untuk meningkatkan akurasi pengukuran.

Ada beberapa jenis pyrometer inframerah yang dapat digunakan, berdasarkan jumlah panjang gelombang yang diukur. Sensor suhu satu panjang gelombang (single-wavelength) mengukur seluruh energi yang dipancarkan pada satu panjang gelombang dan cocok untuk objek dengan emisivitas konstan. Sensor suhu dua panjang gelombang (dual-wavelength) mengukur energi pada dua panjang gelombang berbeda, menghitung rasio energi tersebut untuk mengatasi variasi emisivitas dan lebih tahan terhadap faktor penghalang seperti debu atau uap. Sensor suhu multi-panjang gelombang (multi-wavelength) menggunakan teknologi canggih untuk menggabungkan sinyal dari beberapa panjang gelombang, sehingga dapat mengukur objek dengan emisivitas yang bervariasi secara signifikan, seperti logam non-grey body.

Pyrometer inframerah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi industri yang membutuhkan pengukuran suhu objek yang tidak dapat dijangkau atau terlalu panas untuk dipantau dengan alat pengukur suhu konvensional. Beberapa contoh aplikasi pyrometer inframerah antara lain pengukuran suhu dalam proses peleburan logam di industri manufaktur, pemantauan suhu peralatan atau mesin yang beroperasi pada suhu tinggi, serta pengukuran suhu dalam pembangkit listrik atau sistem pembakaran. Pyrometer inframerah juga sangat berguna untuk mengukur suhu objek yang sulit dijangkau atau berbahaya, seperti pipa uap, tungku, atau furnaces.

Keunggulan pyrometer inframerah terletak pada kemampuannya untuk mengukur suhu tanpa kontak, dengan waktu respon cepat dan stabilitas tinggi, sedangkan kelemahannya mencakup biaya awal yang tinggi dan sensitivitas terhadap debu, asap, serta kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi akurasi pengukuran.

J. Optical Pyrometer

Pyrometer optik adalah alat yang dirancang untuk mengukur suhu sangat tinggi dengan memanfaatkan radiasi termal, terutama pada spektrum sinar tampak (visible spectrum). Alat ini bekerja dengan dua pendekatan utama yang saling melengkapi, yakni perbandingan visual dan sensor inframerah. Pada pyrometer optik dengan pendekatan perbandingan visual, alat ini menggunakan kawat pijar (filament) yang intensitas cahayanya dibandingkan dengan radiasi termal dari permukaan objek yang diukur. Ketika kawat pijar dan target memiliki suhu yang sama, intensitas cahaya yang dipancarkan akan cocok, sehingga kawat pijar tampak menghilang dan seolah menyatu dengan latar belakang objek. Saat momen ini terjadi, arus yang mengalir pada kawat pijar dapat diubah menjadi pembacaan suhu yang akurat.

Keunggulan pyrometer optik antara lain: kemampuan pengukuran suhu tanpa kontak, yang ideal untuk benda sangat panas seperti kaca cair, baja cair, atau api; kemampuan mengukur suhu sangat tinggi yang tidak terjangkau metode konvensional; serta respons pengukuran yang cepat karena tidak ada kontak langsung dengan objek. Namun, alat ini memiliki keterbatasan, seperti biaya yang tinggi akibat teknologi canggih yang digunakan, akurasi yang bergantung pada emisivitas permukaan objek sehingga variabilitas emisivitas dapat menyebabkan ketidakakuratan, dan sensitivitas terhadap kondisi lingkungan seperti debu, asap, atau radiasi latar belakang yang dapat memengaruhi performanya.

Kesimpulan

Pengukuran temperatur memainkan peran krusial dalam berbagai sektor, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga aplikasi industri. Berbagai jenis alat ukur temperatur, seperti termometer cair dalam gelas, termometer bimetal, sealed bellows, sensor bulb dan capillary, termometer tekanan, thermocouple, Resistance Temperature Detector (RTD), thermistor, pyrometer inframerah, dan pyrometer optik, memiliki prinsip kerja serta kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan alat yang tepat sangat bergantung pada kebutuhan spesifik aplikasi, rentang suhu yang diukur, dan tingkat akurasi serta respons yang dibutuhkan. Dengan memahami karakteristik unik dari setiap alat, pengguna dapat memastikan pengukuran temperatur yang lebih akurat dan efisien, sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diinginkan.